24 Mar 2010

SE – 42/PJ/2010 Akhirnya Datang Juga


Tanggal 24 Maret 2010 adalah akhir penantian sekaligus penutup kebingungan mengenai bagaimana jenis dan bentuk Faktur Pajak serta bagaimana tata cara pembuatan Faktur Pajak, karena inilah yang ditunggu-tunggu jawabannya SE – 42/PJ/2010 sebagai Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan No.38/PMK/.03/2010 Tentang Tatacara Pembuatan dan Tatacara Pembetulan atau Tatacara Penggantian Faktur Pajak, dan PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tatacara Pengisian Keterangan, Tatacara Pembetulan atau Penggantian, dan Tatacara Pembatalan Faktur Pajak.
Dengan keluarnya peraturan ini maka perlu diperhatikan beberapa hal,
• Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
• Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
- Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
- Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
- Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
- PKP menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
• Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
• Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 stdtd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan pengisiannya sesuai dengan Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak, dipersamakan dengan Faktur Pajak.
• Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP dan pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan sendiri oleh PKP
• Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak cacat.

Salam

Eko Dodi Supriatna

23 Mar 2010

Rekonsiliasi Fiskal Atas L/R Komersial


Pembukuan
adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Dengan adanya pengertian diatas yang akan kita bahas yaitu mengenai laporan laba rugi. Tidak lama lagi SPT Tahunan harus dibuat dan dilaporkan, maka tidak heran jika setiap divisi khusunya yang berkaitan dengan Perpajakan akan disibukan dengan pengumpulan data-data yang diperlukan guna penyusunan Laporan Keuangan namun tidak hanya itu tapi harus pula disibukan dengan Laporan Keuangan untuk keperluan Perpajakan yang biasa disebut Laporan Keuangan Fiskal, dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, khususnya laporan Laba Rugi, kita mengenal adanya Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal
Untuk Wajib Pajak Badan besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan Penghasilan Netto, yaitu Penghasilan Bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh undang-undang PPh.
Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat dirumuskan sebagai berikut
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan
= Penghasila Netto
= Penghasilan Bruto -  Biaya yang diperkenankan UU PPh

A.    Perbedaan Pengakuan 
Bagi perusahaan, semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. tetapi
Menurut perpajakan tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan tersebut adalah :

1.    Beda Tetap/ Permanent,
Beda tetap/ permanent perbedaan ini terjadi karena peraturan perpajakan  mengharuskan hal - hal berikut dikeluarkan dari penghasilan kena pajak :
a.    Penghasilan yang telah dikenakan PPh final:
1.    penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.    penghasilan berupa hadiah undian;
3.    penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4.    penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5.    penghasilan tertentu lainnya,

b.    Penghasilan yang Bukan Objek Pajak
a.1.    bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2.     harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b.    warisan;
c.     harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d.      penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e.  pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f.  dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik  daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1.     dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2.     bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g.    iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h.    penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i.     bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;.
j.      dihapus;
k.     penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;dan
2.    sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l.     beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m.     sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n.     bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

c.        Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan serta pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.
 (1)      Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
a.     pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b.     biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c.     pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1.     cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2.     cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3.     cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
4.     cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
5.     cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6.     cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
d.     premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e.     penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f.     jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g.     harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h.     Pajak Penghasilan;
i.     biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j.     gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k.     sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2)      Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

2.    Beda Waktu/ Sementara

Beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya sementara, yaitu secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasinya perbedaan ini biasanya terjadi karena penggunaan metode menurut akuntansi dan perpajakan antara lain :
1.    Akrual dan Realisasi
2.    Penilaian persediaan
3.    Penyusutan dan Amortisasi dll

B.    Rekonsiliasi Fiskal    Dengan adanya perbedaan tersebut diatas dilakukan penyesuaian-penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan, Penyesuaian tersebutlah yang dikenal dengan istilah Rekonsiliasi fiskal/ koreksi fiskal
Koreksi fiskal terdiri dari dua :
1.    Koreksi Positif dilakukan apabila pendapatan menurut fiskal bertambah, dan dilakukan  karena adanya :
1.    Beban-beban atau pengeluaran yang tidak diakui oleh pajak
2.    Penyusutan komersial yang berbeda dengan penyusutan fiskal
3.    Amortisasi komersil yang berbeda dengan penyusutan fiskal
4.    Biaya yang ditangguhkan pengakuannya
5.    Penyesuaian fiskal positif lainnya

2.    Koreksi Negatif  yaitu koreksi-koreksi untuk mengurangi Laba Akuntansi :
1.    Penghasilan yang dikenakan PPh final
2.    Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
3.    Penyesuaian fiskal negatif lainnya
Oleh karena itu atas akun perkiraan yang telah dihitung dan sesuai dengan ketentuan Perpajakan tidak perlu lagi dilakukan Koreksi Fikal.
Berikut biaya-biaya yang dapat dikurangkan  dari penghasilan bruto berdasarkan Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008  perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan :
(1).    Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a.     biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1.    biaya pembelian bahan;
2.    biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,  bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3.    bunga, sewa, dan royalti;
4.        biaya perjalanan;
5.    biaya pengolahan limbah;
6.    premi asuransi;
7.    biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8.    biaya administrasi; dan
9.    pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b.    penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan  amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa  manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal   11A;
c.    iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d.    kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e.    kerugian selisih kurs mata uang asing;
f.    biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g.    biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h.    piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1.    telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2.    Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3.    telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4.    syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i.    sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j.     sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k.    biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l.     sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
m.   sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2).     Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
(3).     Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

C.    Contoh Kasus

Supaya ngga tambah bingung berikut saya sajikan contoh kasusnya, berhubung saya belum bisa bikin tabel dalam Posting blog jadi unduh aja Contoh kasusnya disini, maaf  ya.

Saya harap  contoh kasus diatas dapat mewakili akun-akun perkiraan yang harus dan tidak harus dilakukan penyesuaian guna memperoleh laba yang sesuai dengan ketentuan fiskal Untuk pos-pos lain atau akun-akun perkiraan lain pembaca dapat langsung mempelajarinya melalui Daftar Biaya Fiskal/ Ikhtisar Biaya yang Deductible dan non Deductible Expenses, terakhir penulis berharap artikel ini dapat bermanfaat dan sedikit membantu dalam menyusun atau melakukan Koreksi Fiskal atas Laba/Rugi Komersial guna kepentingan Perpajakan.
Selamat mencoba..!!!!!
Salam
Eko Dodi Supriatna

23 Feb 2010

Norma Penghitungan Penghasilan Neto Wajib Pajak Orang Pribadi

Membuat atau menyelenggarakan pembukuan bagi sebagian Wajib Pajak merupakan hal yang cukup sulit untuk dilakukan disamping karena kurangnya pengetahuan mengenai Akuntansi juga akan dirasakan kurang efisien jika harus mempekerjakan karyawan dengan tujuan hanya untuk membuat atau menyajikan pembukuan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Tujuannya untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sehingga tidak perlu membuat pembukuan tetapi cukup hanya membuat pencatatan.

Apa Sih Pembukuan dan Pencatatan Itu ?
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Siapa Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan dan/atau Pencatatan ?
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 536/Pj./2000 yang telah diubah dengan  Peraturan Menteri Keuangan Nomor  01/PMK.03/2007.
1.    Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto   sebesar  Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
2.    Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
3.    Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Namun Ketentuan Besaran Peredaran Bruto Ini Berubah Dengan Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang tertuang dalam Pasal 14 Ayat (2) berikut kutipan nya :
” Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.”

Hal Yang Perlu Diperhatikan Bagi Wajib Pajak Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Dikatakan bahwa Wajib Pajak yang boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan, Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka Tersebut dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, Sementara Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukanakan maka dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

Hal Yang Perlu Diperhatikan Bagi Wajib Pajak Yang Melakukan Pembukuan
Hal yang harus diperhatikan bagi Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan Pembukuan  serta Wajib Pajak yang boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto namun memilih melakukan pembukuan haruslah sedapat mungkin menyajikan pembukuan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut, karena jika dapat dibuktikan wajib pajak yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, maka penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Serta  dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Berapa Sih Besarnya Norma penghitungan Penghasilan Neto ?
Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
a.    10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
b.    ibukota propinsi lainnya;
c.    daerah lainnya.
           
Daftar Persentase Penghasilan Neto adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.

Bagaimana Jika Wajib Pajak mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas ?
1.    Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan wilayah yang tertulis diatas.

2.    Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Bagaimana Cara Untuk Menghitung Penghasilan Neto ?
1.    Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.

2.    Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam
    ayat (1).

Biar Ngga Tambah Bingung Berikut Contoh Pemakaian Norma :

A
. Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon.
-  Peredaran Usaha dari Industri
Rotan (setahun) di Cirebon                               Rp. 40.000.000,00
-  Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun)
di Jakarta                                                         Rp. 72.000.000,00

Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :
-  Dari industri rotan :
               12,5% X Rp. 40.000.000,00            Rp. 5.000.000,00
-  Sebagai dokter :        
              45% X Rp. 72.000.000,00                Rp. 32.400.000,00
jumlah penghasilan Neto                                  Rp. 37.400.000,00

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak 
     Rp. 37.400.000,00 - Rp.8.640.000,00 =  Rp. 28.760.000,00
Pajak penghasilan yang terutang :
-    5% X Rp. 25.000.000,00                         Rp. 1.250.000,00
-    10% X Rp. 3.760.000,00                         Rp. 376.000,00
     Jumlah                                                       Rp. 1.626.000,00

Catatan :
a.  Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100
b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213
c.  Istri tidak punya penghasilan.

B. Seorang Wajib Pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan sebesar Rp.15.000.000,00 Ia kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut : Jumlah peredaran setahun 
= 12 X Rp. 15.000.000,00     Rp.180.000.000,00
Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp. 180.000.000,00     Rp.45.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak
= Rp. 45.000.000,00 - Rp. 7.200.000,00                           Rp.37.800.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang
= 5% X Rp. 37.800.000,00                                                Rp.1.890.000,00
pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar
= 1/12 X Rp. 1.890.000,00                                                Rp.157.500,00


Catatan : Besarnya Tarif dan PTKP disesuaikan dengan Perubahan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak     ( PKP )               Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,-                                          5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-  15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,-                                                    30%

Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )
No    Keterangan                                                   Setahun
1.     Diri Wajib Pajak Orang Pribadi                   Rp. 15.840.000,-
2.     Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin    Rp. 1.320.000,-
3.     Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
        digabung dengan penghasilan suami.            Rp. 15.840.000,-
4.    Tambahan untuk setiap anggota keturunan 
       sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
        yang diatnggung sepenuhnya , 
        maksimal 3 orang untuk setiap keluarga        Rp. 1.320.000,-

Salam

Eko Dodi Supriatna

22 Feb 2010

Ikhtisar Biaya Deductible & Non Deductible


Mungkin Istilah diatas sudah tidak asing lagi bagi sebagian rekan-rekan, berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2008, pada pasal 6 mengatur besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang biasa disebut 3m. dan pada pasal pasal 9 mengatur mengenai biaya yang tidak boleh menjadi pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, Kesimpulanya Menurut Perpajak tidak semua biaya dapat menjadi pengurang penghasilan bruto untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak, agar lebih mudah dalam melakukan analisa dan/atau rekonsiliasi fiskal dalam menentukan biaya mana sajakah yang dapat dikurangkan atau tidak dapat dikurangkan, berikut saya sajikan susunan daftarnya, untuk mengunduh klik Disini
sambil ngopi mantapp..

Baca Tulisan Lainnya :

Haruskah Wanita Kawin Memiliki NPWP ?

Rekonsiliasi Fiskal Atas L/R Komersial

Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Tentang Pengurangan Tarif PPh Sebesar 50% bagi WP Badan dengan Omzet Kurang dari 50M

Kata Kunci : Ikhtisar Biaya Fiskal,Daftar Biaya Fiskal,Biaya Pajak,Koreksi Biaya,Koreksi Fiskal,Daftar Biaya

Salam 

Eko Dodi Supriatna

21 Feb 2010

Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi


Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Ketegasan tentang hal ini, sudah dinyatakan dalam  Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan.
Seperti yang kita ketahui beberapa waktu yang lalu banyak orang berbondong-bondong mendatangi Kantor Pelayanan Pajak untuk mendaptarkan diri serta memperoleh NPWP dengan berbagai macam maksud dan tujuan ada yang bertujuan agar memperoleh fasiltas bebas fiskal, ada yang bertujuan untuk menghindari pengenaan tarif lebih tinggi 20%  ( Pasal 21 ayat 5a UU No.36 Tahun 2008 ), dan ada pula yang hanya ikut-ikutan tanpa tau apa kewajiban yang harus dilakukan setelah memiliki NPWP tersebut, padahal dengan adanya kepemilikan NPWP ini wajib pajak memiliki kewajiban untuk menyampaikan/ melaporkan Surat Pemberitahuan, dimana  surat pemberitahuan ini adalah suatu media yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Salah-salah  yang tadinya berniat baik untuk mendaftarkan diri malah berujung sebaliknya karena tidak melakukan kewajiban dalam menyampaikan SPT sebagaimana mestinya.
Bentuk  formulir Surat Pemberitahuan ( SPT ) Tahunan Pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, berdasarkan PER.34/PJ/2009
1.    Formulir Surat Pemberitahuan ( SPT ) Tahunan Pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, Formulir 1770 digunakan bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan :
a.    Dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan Pembukuan atau Norma Perhitungan Penghasilan Neto
b.    dari satu atau lebih pemberi kerja
c.    yang dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final; dan/atau
d.    Penghasilan lain,

2.    Surat Pemberitahuan ( SPT ) Tahunan Pajak Penghasilan  Wajib Pajak Orang Pribadi Sederhana Formulir 1770 S, digunakan bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan :
a.    Dari satu atau lebih pemberi kerja;
b.    dari dalam negri lainnya; dan/atau
c.    yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat Final,

3.    Surat Pemberitahuan ( SPT ) Tahunan Pajak Penghasilan  Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana Formulir 1770 SS, berdasaran PER-34/PJ/2009 sebagaimana telah dirubah terakhir dengan PER-66/PJ/2009 digunakan bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan; Hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 ( enam puluh juta rupiah ) setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi, dan wajib melampirkan Formulir 1721-A1 dan/atau Formulir 1721-A2 dimana merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Formulir 1770 SS.
Batas waktu penyampaian untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak;

Namun berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2007
Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.    Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Perubahan Ketiga Pajak Penghasilan 1984, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasailan Pasal 25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

b.    Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.
Namun demikian penulis menganjurkan agar wajib pajak menyampaikan pemberitauan atau berkonsultasi terlebih dahulu kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar, untuk informasi yang lebih lanjut.

Terakhir penulis berharap tulisan ini dapat memberikan sedikit pemahaman bagi para pembaca khususnya bagi para wajib pajak yang baru memiliki atau memperoleh NPWP agar mengetahui kewajiban yang melekat atas kepemilikan NPWP, serta Formulir mana yang harus digunakan dalam menyampaikan SPT Tahunan Wajib pajak Orang Pribadi yanga sesuai dengan kondisi pekerjaan dan penghasilan yang diperoleh .CMIIW..
Correct Me If  I'm Wrong

Best Regard's

Eko Dodi Supriatna

20 Feb 2010

Worksheet Perhitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap


Ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri  yang wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai.
Seperti yang kita ketahui untuk menentukan dan/atau menghitung besarnya Pajak Penghasilan/PPh 21 terhutang bagi setiap karyawan kita harus menghitung secara manual, mungkin bagi perusahaan yang mempunya sedikit karyawan hal ini tidak merepotkan tetapi bagi sebagian perusahaan yang memiliki banyak karyawan hal ini akan cukup merepotkan, masalahnya perhitungan ini harus dilakukan untuk setiap masa serta dihitung dengan benar serta sesuai dengan peraturan yang ada berdasarkan Peraturan Direktur Jendaral Pajak Nomor: PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau pajak penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Untuk itu saya mencoba membuat worksheet perhitungan sederhana untuk menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21  bagi pegawai tetap, jika anda membutuhkan silahkan unduh
Disini.

Salam

Eko Dodi Supriatna

Rekap PPh 21 Masa Untuk 1721-A1


Akhir desember setelah menyelesaikan pemotongan PPh 21 selama setahun (jan-des) pemotong pajak, khususnya perusahaan yang telah memotong PPh 21 dari karyawannya wajib memberikan bukti pemotongan 1721-A1/A2 kepada Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua/Jaminan Hari Tua maupun kepada Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunan. Akan sangat merepotkan bagi perusahaan yang memiliki banyak pegawai jika harus membuat formulir 1721-A1 ini untuk setiap pegawainya,
 
Salam

Eko Dodi Supriatna

31 Jan 2010

Undang- Undang Perpajakan

Di sini tersedia file yang dapat di diunduh yang berisikan Undang-undang Perpajakan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan Peraturan Perpajakan yang ada di Indonesia yang sengaja di sediakan agar dapat diunduh oleh siapapun dan free alias bebas tanpa biaya adapun file-file ini adalah ; Undang-undang KUP, Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang PPN dan PPn BM, Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,Undang-undang Pengadilan Pajak, Undang-undang Perseroan Terbatas dan lain -lain yang Insya Allah Akan ditambahkan sesuai perubahan yang ada, selamat mencoba dan semoga bermanfaat.



1. Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 Beserta Penjelasan

2. Undang-undang PPh No36 Tahun 2008 Beserta Penjelasan 

3. Undang-undang PPN dan PPn BM No.42 2009 Beserta penjelasan

4. Undang-undang PBB No.12 Tahun 1994 Beserta Penjelasan

5. Undang-undang BPHTB No.20 Tahun 2000 Beserta Penjelasan

6. Undang-undang Pengadilan Pajak No.14 Tahun 2002 Beserta Penjelasan

7. Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 Beserta Penjelasan

 Arsip Berhubungan :
    Formulir Pajak ( SPT dll )
    Peraturan Perpajakan Terbaru
Semoga bermanfaat

Salam

Eko Dodi Supriatna

Tentang Kami


Konsultan Pajak Terdaftar - Anggota IKPI.
Alamat - Bandung
========================================================================= 
Membaca dan diskusi adalah salah satu jendela dunia untuk memperkaya ilmu dan pengetahuan, kebetulan Aku Yang Juga Sedang Belajar Pajak ini adalah  orang yang senang diskusi, khususnya dibidang Perpajakan oleh karena itu aku bikin blog ini agar dapat bertukar pikiran dan pengalaman dengan rekan-rekan, Semua materi yang ada aku tulis sendiri kecuali disebutkan lain, Semua tulisan ku hanya pendapat pribadi dan tidak mewakili organisasi manapun, Seperti alamat blog ini nama ku sebenarnya eko dodi, tapi teman-teman sering memanggilku dengan sebutan ecooce ya mungkin mereka merasa lebih akrab dengan memanggilku begitu dan jadilah nama blog ku ini ecooce’tax, nah taxnya ini sebetulnya Tax ( Pajak ), kenapa ?. Awalnya karena aku senang dan ingin terus belajar dengan yang namanya Pajak, bahkan alasan mengapa aku bikin blog ini salah satunya yaitu ingin belajar, bertukar pikiran dan pengalaman khususnya dibidang Pajak dengan rekan-rekan semua, selain itu aku berharap setiap tulisan dan diskusi yang ada dapat menjadi bahan pemikiran dan tambahan pemahaman bagi rekan-rekan lainnya yang sama sekali awam terhadap dunia Perpajakan. Seperti yang kita ketahui peraturan yang berkaitan dengan perpajakan ini sangat banyak sekali, dari mulai Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-undang, Peraturan Mentri keuangan, Peraturan Direktorat Jendral Pajak, Keputusan Mentri Keuangan sampai Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak dan masih banyak lagi yang lainya yang ditambah lagi peraturan-peraturan tersebut seringkali berubah-ubah  yang mungkin bertujuan untuk lebih menyesuaikan dengan kondisi yang ada serta memberi kepastian hukum dan tercapainya kemudahan bagi setiap Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban Perpajakanya.
Oleh karena itu buat rekan-rekan yang berkenan untuk berbagi pengalaman dan bertukar pikiran  seputar Pajak atau sekedar sharing dengan Aku Yang Juga Sedang Belajar Pajak, sudilah kiranya kita ngobrol-ngobrol disini diblog ini, Aku tunggu ya sharingnya…
Best Regards

 Eko Dodi

Kata Kunci : Belajar Pajak,Konsultan Pajak,Konsultan Pajak Bandung

Berkas Unduhan



1. SSP PER 38 2009 Plus Rumus (MS.excel)

2. Worksheet Perhitungan PPh 21 Pegawai Tetap (MS.excel)

3. Rekap PPh 21 masa Untuk 1721-A1 (MS.excel)

4. Ikhtisar Biaya Deductible & Non Deductible (MS.Word)

5. SPT 1770 SS (MS.excel)

6. SPT 1770 S (MS.excel)

7. SPT 1770 (MS.excel)  

8. Faktur Pajak, Surat kuasa beserta lampiran PER.13.PJ.2010 (MS.excel).(New 2010)

9. SPT 1771 2009 (MS.excel)

 Arsip Berhubungan :
Peraturan Pajak Terbaru
Undang-undang Perpajakan
Semoga Bermanfaaf,

Salam

ekododi





1 Jan 2010

Peraturan Pajak Baru


Di sini tersedia file yang dapat di diunduh yang berisikan Peraturan Pajak Baru "Insya Allah" dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan Peraturan Perpajakan yang ada di Indonesia  yang sengaja di sediakan agar dapat diunduh oleh siapapun dan free alias bebas tanpa biaya :

Silahkan  :
  •  PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-65/PJ/2010 PERUBAHAN ATAS PER-13/PJ/2010 TENTANG BENTUK,UKURAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, TATA CARAPEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN< DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
  • PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 TANGGAL 6 OCTOBER 2010  BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)
  •  PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-45/PJ/2010 TANGGAL 6 OCTOBER 2010 BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
  • Surat Edaran No.70/PJ/2010 TENTANG PENYAMPAIAN Peraturan Menteri Keuangan No.39/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERATAMBAHAN NILAI  ATAS KEGOIATAN MEMBANGUN SENDIRI, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 27/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PENGISIAN SURAT SETORAN PAJAK, PELAPORAN DAN PENGAWASAN PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
  • Surat Edaran Dirjen Pajak - SE-66/PJ/2010 PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008,
  • Peraturan Menteri Keuangan No.39/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI 
  • Surat Edaran Dirjen Pajak - SE - 59/PJ/2010, 3 Mei 2010 PENGGUNAAN APLIKASI E-SPT PPN 1107 SEHUBUNGAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009
  • Peraturan Dirjen Pajak No. 26/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PENELITIAN SURAT SETORAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
  • Peraturan Dirjen Pajak No 25/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-62/PJ/2009 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK
  • Peraturan Dirjen Pajak No.24/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-61/PJ ./2009 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.56/PJ/2010 TENTANG PENJELASAN MENGENAI PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA
  • Peraturan Dirjen Pajak No.13/PJ/2010, 24 Maret 2010 BENTUK, UKURAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
Arsip Berhubungan :
Formulir Pajak (SPT dll)
Undang-undang Perpajakan
          Semoga Bermanfaat,

         Salam

         ekododi