23 Nov 2016

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO



NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO Perubahan KEP-536/PJ./2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan, sebagaimana telah dirubah terakhir dengan PER - 17/PJ/2015 Tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto. Selain perubahan besaran predaran bruto dan update persentase Norma hal yang baru adalah terletak pada pasal 3 (1) :
"Dalam hal terhadap Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ternyata Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto"
Berikut daftar persentase norma berdasarkan PER - 17/PJ/2015 :
I.                   Untuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan

Salam

Baca Tulisan Lainnya :
Ikhtisar Biaya Deductible & Non Deductible

Rekonsiliasi Fiskal Atas L/R Komersial
Worksheet Perhitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap 2013
Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Tentang Pengurangan Tarif PPh Sebesar 50% bagi WP Badan dengan Omzet Kurang dari 50M

Kata kunci : norma, norma perhitungan, persentase norma, norma penghasilan, norma perhitungan penghasilan neto, istri npwp sendiri, npwp, npwp wanita kawin, wanita memiliki npwp, konsultan pajak, konsultan Pajak Bandung

15 Agu 2016

PENGAMPUNAN PAJAK, UNGKAP - TEBUS - LEGA


Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016.  Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan.
 
Bagaimana Ketentuan dan Pelaksanaanya. xxxxx



Baca Tulisan Lainnya :

Kata kunci : Tax Amnesty, Pengampunan Pajak, Ungkap , Tebus, Lega, Pelaksanaan Pengampunan Pajak, Penghapusan Pajak, Sanksi Administrasi, sanksi pidana di bidang perpajakan

Salam 
Eko Dodi Supriatna



7 Mei 2015

Haruskah Wanita Kawin Memiliki NPWP ?


Haruskah Wanita Kawin Memiliki NPWP ?
, Pertanyaan ini sering sekali saya dengar, bahkan sempat teman dan kolega yang notabene berstatus sebagai pegawai bertanya langsung mengenai hal ini, rupanya mereka kebingungan karena beberapa waktu lalu tepatnya bulan maret 2015 menjelang pelaporan SPT OP untuk tahun 2014 mereka bingung dengan tambahan lampiran pada Formulir 1770 S dimana pada tahun lalu lampiran ini bahkan tidak ada, sebetulnya lampiran tersebut telah ada sejak lama namun untuk pelaporan tahun 2014 ini DJP membuatkan formulir baku nya sebagai lampiran yang disertakan bersamaan dengan formulir 1770S.

Kalo boleh saya jawab berkaitan pertanyaan diatas, saya pribadi berpendapat seharusnya wanita kawin tidak memiliki NPWP sendiri sepanjang :
1. Suami-isteri tidak mengadakan   perjanjian   pemisahan   harta   dan penghasilan
2. Isteri  tidak memilih   untuk menjalankan  hak  dan  kewajiban  perpajakannya sendiri
Alasanya ketika salah satu dari kedua kondisi tersebut diatas dipilih maka dari sisi urusan administrasi perpajakan bagi wajib pajak yang kurang mengerti/awam terhadap pajak akan sedikit lebih merepotkan pada saat melakukan pelaporan SPT Tahunan 1770 S karena penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah, harus melakukan penggabungan penghasilan  neto  suami-isteri  dan  besarnya  pajak  yang  harus  dilunasi  oleh masing-masing  suami-isteri dihitung  sesuai  dengan perbandingan penghasilan neto mereka, “UU PPh No 36 Th 2008 pasal 8
Bagaimana bingung dan ribet kan ?

Berikut saya sajikan contohnya sebagai ilustrasi
Tuan A dan Nyonya B suami - istri tidak memiliki tanggungan masing-masing bekerja sebagai karyawan diperusahan yang berbeda tidak memiliki penghasilan lain, masing-masing memilki NPWP sehingga untuk kepentingan Pelaporan SPT OP pada akhir tahun dikenai pajak secara terpisah serta melakukan penggabungan  penghasilan lalu menghitung berapa pajak yang harus dilunasi masing-masing :

Penghasilan Neto selama tahun 2014 Berdasarkan Formulir 1721-A1

Penghasilan Neto Suami        Rp  77.662.500      Rp 2.700.550 (PPh 21 Form 1721-A1) 
Penghasilan Neto Istri           Rp  64.410.000      Rp 2.005.500 (PPh 21 Form 1721-A1)
Jumlah Ph Gabung                Rp.142.072.500
PTKP (K/I/0)                        Rp. 50.625.000 
PhKP Gabung                       Rp   91.447.500

PPh Terhutang Gabungan  : 
5% x Rp 50.000.000               = Rp 2.500.00 
15% x Rp 41.447.500             = Rp 6.217.125 +/+ 
PPh Terhutang Gabungan        = Rp 8.717.125

PPh Terhutang Suami :
(77.662.500 /142.072.500)  X 8.717.125       =  Rp. 4.765.129 
Kredit Pajak PPh 21                                     = (Rp  2.700.550) 
KB/(LB) PPh                                                = Rp. 2.064.579 
Angsuran PPh Ps 25 Tahun Pajak berikutnya   = (1/12) x Rp 2.064.579 = Rp 172.048 
PPh Terhutang Istri : 
(64.410.000 /142.072.500)  X 8.717.125          =  Rp. 3.951.996
Kredit Pajak PPh 21                                       = (Rp  2.005.500) 
KB/(LB) PPh                                                 =  Rp. 1.946.496 
Angsuran PPh Ps 25 Tahun Pajak berikutnya    = (1/12) x Rp 1.946.496 = Rp 162.208

Dengan kasus dan contoh perhitungan diatas sudah jelas terlihat bahwa Wanita Kawin Memiliki NPWP sendiri hampir pasti muncul kewajiban yang lebih banyak :
  1. Dipotong PPh 21 diperusahaan tempat bersangkutan bekerja sesuai ketentuan 
  2. Melaporkan SPT Tahunan dan dikenakan pajak terpisah dengan suaminya
  3.  Dimungkinkan ada kurang bayar pada SPT Tahunan Istri -Suami
  4.  Timbulnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar untuk setiap bulan
Lalu bagaimana jika Wanita Kawin Tidak Memiliki NPWP sendiri atau Ikut NPWP Suami ?  
  1. Tentu akan sangat sederhana dan mudah buat istri
  2. Tidak perlu bikin SPT Tahunan terpisah
  3. SPT Tahunan hampir pasti  NIHIL, Baik suami maupun istri tidak ada pembayaran PPh
  4. Tidak akan muncul angsuran PPh 25 Masa
Loh kok bisa?
Tentu bisa, karena istri cukup melaporkan penghasilan dari perusahaan tempat bekerja (Form 1721-A1) pada lampiran SPT Tahunan 1770 S suami di bagian A  penghasilan yang dikenakan PPh final, angka 13 penghasilan istri dari satu pemberi kerja.

Kemudian pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan wanita yang telah memiliki NPWP sebelum menikah agar tidak harus melaporkan SPT Tahunan secara terpisah serta tidak melakukan perhitungan seperti diatas ?
Jawabannya adalah mengajukan permohonan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, hal ini diatur dalam “PER - 20/PJ/2013” Pasal 9 (4)
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi, apabila penghapusan tersebut dilakukan terhadap: 
h. Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya.

Pertanyaan terakhir yang kemungkinan muncul adalah bagaimana cara menghapus NPWP ?
Berikut ini saya sertakan tatacara permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yaitu :
Mengajukan Surat Permohonan  tertulis yang telah ditandatangani serta melampirkan
  1. Fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis 
  2. Surat pernyataan tidak membuat, perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau surat pernyataan tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami  
  3. Permohonan disampaikan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara : 
    • Langsung ke KPP melalui pos; atau
    • Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Klik disini untuk download formulir surat permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak

Selanjutnya terserah anda, tetap ber-NPWP sendiri atau NPWP ikut suami ?

Jika rekan-rekan ada yang ingin menambahkan silahkan isi dikotak komentar ya :)

Baca Tulisan Lainnya :
Ikhtisar Biaya Deductible & Non Deductible
Rekonsiliasi Fiskal Atas L/R Komersial

Worksheet Perhitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap 2013

Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Tentang Pengurangan Tarif PPh Sebesar 50% bagi WP Badan dengan Omzet Kurang dari 50M

Kata kunci : istri, istri npwp sendiri, npwp, npwp wanita kawin, wanita memiliki npwp

Salam

Eko Dodi

1 Jan 2013

Worksheet Perhitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap 2013


Update Perhitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap Tahun 2013 sesuai dengan penyesuaian PTKP pada PMK No.162/PMK.011/2012 Serta pedoman teknis tata cara pemotongan PPh Ps 21 PER - 31/PJ/2012.
Baca Tulisan Lainnya :

Haruskah Wanita Kawin Memiliki NPWP ?

Ikhtisar Biaya Deductible & Non Deductible

Rekonsiliasi Fiskal Atas L/R Komersial

Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Tentang Pengurangan Tarif PPh Sebesar 50% bagi WP Badan dengan Omzet Kurang dari 50M

Kata kunci : Worksheet Perhitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap  2013,PPh 21,Menghitung PPh 21

Salam

Eko Dodi

15 Okt 2010

Formulir SPT PPN 1111


Sebelumnya saya mau minta maaf dulu neeh sama rekan-rekan yang suka buka-buka blog ini karena sudah lama sekali blog ini ngga di update dengan tulisan baru, oke deh kita mulai saja. Tarik,,,
Saya yakin temen temen-udah pada tau info ini, tapi pasti ada juga yang belum tau jadi mending saya tulis aja deh , Tanggal 6 oktober 2010 lalu diterbitkan peraturan baru mengenai pemberlakuan SPT PPN dengan formulir baru melalu PER-No.44/PJ/2010 yang bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan Meningkatkan pelayanan kepada Pengusaha Kena Pajak dalam melaporkan kegiatannya serta mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak atas penjualan barang mewah yang terhutang, yang akan diberlakukan terhitung mulai tanggal 1 januari 2011 (Masa januari dilapor Febuari) sehingga bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN yang sebelumnya mengggunakan SPT Masa PPN 1107 menjadi SPT Masa PPN 1111, dimana SPT Masa PPN 1111 terdiri dari :
a.Induk SPT Masa PPN 1111-Formulir 1111 (F.1.2.32.04); dan
b.Lampiran SPT Masa PPN 1111:
1. Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D. 1.2.32.07)
2. Formulir 1111 A1- Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08);
3. Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);
4. Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10);
5. Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas
Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan
6. Formulir 1111 B3- Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12),
Nah Lo untuk yang lapor dengan formulir kertas (hard copy) Lampirannya banyak banget kan, he he he…., tapi tenang rekan-rekan, Untung saja dalam pasal 8 (1) ditegaskan bahwa SPT Masa PPN 1111 tidak perlu dilampiri dengan Lampiran SPT Masa PPN 1111 dalam hal tidak ada data yang dilaporkan dalam Lampiran SPT Masa PPN 1111 tersebut.

Nah Untuk Lebih Jelasnya Rekan-rekan Bisa unduh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (Spt Masa Ppn), Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (Spt Masa Ppn) bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan , eSPT PPN 1111 dan 1111 DM, Atau mau Unduh Juga untuk Form SPT Masa PPN dalam Format Excel
 
 Salam

2 Jun 2010

PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri


Lagi-lagi mengenai PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri..he he he, loh kok lagi-lagi kaya yang diblog ini pernah menulis dan membahas berkaitan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri aja ya , memang betul diblog ini belum pernah membahas mengenai hal ini, mungkin rekan-rekan bingung kenapa saya bilang lagi-lagi, maksud saya berkaitan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri ini meskipun belum pernah dibahas dalam blog ini namun saya yakin rekan-rekan sudah sempat membaca dan mengetahui apa itu PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri  bagaimana tidak  peratauran yang berkaitan dengan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri ini sudah beberapa kali berubah, namun demikian apa salahnya saya mengulas kembali mengenai PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri ini, oke deh kita sudahi saja basa-basinya dan memulai untuk mengulasnya he..he..he..
Kegiatan membangun sendiri merupakan suatu kegiatan/transaksi yang menjadi objek pengenaan PPN, Hal ini diatur dalam Pasal 16C Undang-Undang No.18 Tahun 2000 sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang No.42 Tahun 2009. “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan." batasan dan tata cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan No.554/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.320/KMK.03/2002 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.39/PMK.03/2010 dimana perubahan dalam peraturan ini terakhir mengenai batasan luas bangunan yang dikenakan PPN, dimana batasan sebelumnya 200 m2 diubah menjadi 300 m2, artinya PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri dikenakan atas kegiatan membangun sendiri dengan luas minimal 300 m2. jadi jika dibawah batasan itu tidak dikenakan PPN Kegiatan Membangun Sendiri, Kemudian Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa tata cara pengisian Surat Setoran Pajak (SSP), pelaporan dan pengawasan pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Untuk menjalankan ketentuan ini, Direktur Jenderal Pajak menetapkan PER-27/PJ/2010  yang disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-70/PJ/2010 Tentang tata cara pengisian surat setoran pajak, pelaporan, dan pengawasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri.

Berikut hal –hal yang perlu di Perhatikan :
•    Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain
•    Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal, tempat usaha atau tempat tinggal untuk usaha.
•    Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat tinggal, termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain. Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau kontruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada. Bangunan tempat tinggal untuk usaha adalah bangunan atau konstruksi tempat tinggal yang sebagian bangunan atau seluruhnya digunakan untuk kegiatan usaha
•    Termasuk kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dan kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak.
•    Batasan bangunan yang dikenai PPN kegiatan membangun sendiri adalah satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
a.   konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c.   luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Kegiatan membangun sendiri dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan Tarif 10% dari Dasar Pengenaan Pajak, Dasar Pengenaan Pajak adalah 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Saat dan Tempat Pajak Terutang
Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri adalah saat dimulainya secara fisik kegiatan membangun sendiri, seperti penggalian fondasi, pemasangan tiang pancang, atau kegiatan fisik lainnya, Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan. Apabila kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh kantor cabang dari Pengusaha Kena Pajak yang tempat Pajak Pertambahan Nilai terutangnya dipusatkan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, kegiatan membangun sendiri tersebut terutang di lokasi bangunan didirikan.

Penyetoran dan Pelaporan

•    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ditetapkan sebesar 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan pada setiap bulannya, dan harus disetorkan ke Kas Negara paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum laporan disampaikan setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut. PPN disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri.

•    Dalam hal bangunan yang didirikan dalam rangka kegiatan membangun sendiri berada di Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan terdaftar, Kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak agar diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.

•    Dalam hal bangunan yang didirikan dalam rangka kegiatan membangun sendiri berada di lokasi berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan terdaftar, maka Kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan :
a.    angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha;
b.    angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;
c.    angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya;
d.    angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya.
e.    angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

•    Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, maka pada Surat Setoran Pajak agar diisi dengan :
a.    angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha;
b.    angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi;
c.    angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya;
d.    angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya.
e.    angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
•    Orang Pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri, wajib melaporkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. 

Pengawasan
•    Kantor Pelayanan Pajak Pratama melakukan pengawasan atas penyelesaian kewajiban perpajakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan di wilayah kerjanya.

•    Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum melaksanakan kewajiban penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat mengeluarkan surat teguran dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2010.

•    Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran, orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, maka dilakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.

•    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri.

•    Dalam hal orang pribadi atau badan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sesuai ketentuan yang berlaku.

•    Dalam hal orang pribadi atau badan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai cabang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semoga bermanfaat, buat rekan-rekan yang ingin menambahkan silahkan tulis dikotak komentar.

Salam


Eko Dodi Supriatna

24 Mei 2010

Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Tentang Pengurangan Tarif PPh Sebesar 50% bagi WP Badan dengan Omzet Kurang dari 50M


Wajib Pajak badan dalam  negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif  sebesar 50% (lima  puluh  persen)  dari  tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak  dari  bagian  peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat  miliar  delapan  ratus  juta rupiah), Itulah yang disebutkan dalam pasal 31E Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, seperti yang kita ketahui  Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 otomatis hal ini akan dijadikan sebagai acuan untuk memenuhi kewajiban perpajakan di tahun 2009. namun beberapa waktu yang lalu sebagian besar wajib pajak  ragu untuk menggunakan fasilitas ini dalam menentukan Pajak Penghasilan yang terhutang dikarenakan belum keluarnya  penegasan dan peraturan pelaksananya. Dan akhirnya setelah lama di tunggu tanggal 24 Mei 2010 keraguan tersebut terjawab sudah dengan terbitnya "Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-66/PJ/2010 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008"

Dalam  SE-66/PJ/2010 ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
a.       Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.

b.      Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan

c.       Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi :
1)   Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
2)   Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
3)   Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

d.      Fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang akumulasi peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas tidak melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Berikut ini adalah  Contoh penghitungan fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) UU PPh Download Klik disini

Walaupun penegasan atas pelaksanaan  pasal 31E ayat  (1) ini dikeluarkan sedikit terlambat, karena seperti yang kita ketahui batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tahun 2009 telah berakhir tanggal 30 April 2010 yang lalu, namun begitu hal ini tetap memberikan kepastian hukum yang lebih jelas bagi WP dalam pemenuhan kewajiban Perpajakan untuk kedepannya, walaupun saya yakin ada dari sebagian WP Badan yang karena keragu-raguannya  belum sempat menggunakan fasilitas sebagaimana maksudkan pasal 31E ayat  (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan sudah terlanjur melaporkan SPT Tahunannya, Hal ini tentunya akan mengakibatkan besarnya PPh Terutang akan dihitung terlalu besar, karena dalam poin 2 (d) ditegaskan fasilitas tersebut bukan merupakan pilihan dan wajib dilaksanakan, berkaitan hal tersebut WP yang terlanjur melaporkan SPT Tahunannya dengan tidak menggunakan fasilitas tersebut dapat melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2009 tersebut, namun hal ini kemungkinan akan mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran pajak .
Demikian Semoga bermanfaat,

Salam

Eko Dodi Supriatna

22 Mei 2010

Mengenal Dasar Pajak Beserta Fungsinya


Beberapa hari yang lalu waktu buka-buka blog sambil lihat postingan yang terdahulu  iseng-iseng liat Buku Tamu  ternyata  ada pesan yang ditinggalkan oleh salah satu pengunjung blog ini dan terahir saya ketahui namanya ibu/mba Santi, isi pesan tersebut  berisi sebuah saran agar diblog ini dibahas secara singkat mengenai dasar Perpajakan, nah postingan ini saya tulis untuk memenuhi janji saya  yang sebelumnya saya berpikir kenapa tidak, ya itung-itung saya juga belajar dan mengingat kembali juga kebetulan diblog ini memang belum pernah membahas hal tersebut, Saya yakin banyak orang yang sudah mengetahui apa itu Pajak Beserta Fungsinya namun saya juga percaya cukup banyak yang belum mengetahui/mengerti apa itu Pajak Beserta Fungsinya.
Biar engga kepanjangan ceritanya dan yang mau baca keburu kabur….., kita coba bahas singkat ya .

Dari yang paling sering di dengar, Pajak Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH

Definisi Pajak

“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

Namun Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 definisi Pajak adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”.

Atas kedua definisi tersebut memang sedikit berbeda namun jika diperhatikan dapat diambil kesimpulan yang sama dengan unsur-unsur sbb ;
1.    Iuran atau istilah lain Kontribusi  rakyat (WP/Wajib Pajak) kepada Negara
2.    Berdasarkan Undang undang, Pajak dipungut berdasarkan atau  dengan kekuatan Undang-undang serta peraturan pelaksananya
3.    Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk, Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
4.    Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Fungsi Pajak
Dari definisi dan unsur-unsur  Pajak diatas dapat terlihat apakah fungsi dari Pajak itu sendiri dimana Fungsi tersebut adalah ;
1.    Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair yang artinya Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah terus berupaya memaksimalkan pendapatannya untuk Kas Negara, dimana hal ini dapat dilihat dari terus berkembangnya  serta berubahnya peraturan-peraturan dari berbagai jenis pajak seperti:
a.    Pajak Penghasilan, (UU No.36 Tahun 2008)
b.    Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah
(UU No.42 Tahun 2009)
c.    Pajak Bumi dan Bangunan dan Lainnya;
(UU No. 20 TAHUN 2000)
d.    Dan lain-lain,


2.    Fungsi Regulered (Mengatur)
Pajak Mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai sebuah alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi ,dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan, Misalnya ;
a.    Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untukmengurangi konsumsi masyarakat terhadap minuman keras
b.    Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untukmengurangi gaya hidup yang yang konsumtif dari masyarakat
c.    Tarif Pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia
d.    Tarif Pajak progresif dikenakan dikenakan atas penghasilan, dimana maksudnya adalah agar pihak yang memiliki penghasilan lebih tinggi memberikan kontribusi /membayar Pajak yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

Demikian penjelasan secara singkat Mengenal Pajak Beserta Fungsinya Menurut Saya Yang Juga Sedang Belajar Pajak  semoga dapat sedikit memberikan pencerahan untuk rekan-rekan yang sama sekali awam terhadap Pajak Beserta Fungsinya  ya semoga dengan adanya tulisan ini pemahaman sebagian rekan-rekan yang berpandangan negatif Mengenai Pajak Beserta Fungsinya nya yaitu yang sudah disebutkan diatas salah satunya Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang Bermanfaat Bagi Masyarakat luas meskipun hal ini belum sepenuhnya terlaksanakan, untuk itu agar hal ini berjalan sesuai dengan Fungsinya dan terlaksana dengan baik sudah selayak kita sebagi masyarakat (WP) yang baik secara langsung ataupun tidak langsung merasakan manfaat dari Pajak ini ikut berperan serta dalam upaya-upaya yang dilaksanakan pemerintah, untuk itu mulailah dari diri kita masing-masing ya dari hal-hal kecil saja contohnya mulai mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dengan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, loh kok jadi tambah lagi bahasannya he..he..he...., Berhubung udah pegel ngetiknya dan kepanjangan juga takut keluar dari janji saya untuk membahas secara singkat dan natinya bikin yang baca tambah males, untuk NPWP, apa itu NPWP dan bagaimana cara bikin NPWP nanti lagi aja dilanjutin ya…....Piss....

Nah buat rekan-rekan yang merasa bahasan ini kurang jelas dan mau menambahkan silahkan tulis dikotak komentar agar bisa menambah pengetahuan saya Yang Juga Sedang Belajar Pajak dan rekan-rekan lainnya .

Salam

Eko Dodi Supriatna

Baca Tulisan Lainnya :

Haruskah Wanita Kawin Memiliki NPWP ?

Ikhtisar Biaya Deductible & Non Deductible

Rekonsiliasi Fiskal Atas L/R Komersial

Penegasan Atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) Tentang Pengurangan Tarif PPh Sebesar 50% bagi WP Badan dengan Omzet Kurang dari 50M


Kata Kunci : Mengenal Dasar Pajak Beserta Fungsinya,Fungsi Pajak,Dasar Pajak,Mengenal Pajak 

7 Mei 2010

Penggunaan Aplikasi E-Spt PPN 1107 sesuai UU No.42 2009


Beberapa waktu lalu dengan keluarnya Undang undang Undang undang PPN No.42 2009 Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010 menimbulkan banyak sekali pertanyaan,
Adapun sebagian dari pertanyaan tersebut adalah ;
1.    Apakah Faktur Pajak Standar Masih ada
2.    Kemudian apa yang harus diterbitkan untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak 3.    Apa benar Faktur Pajak Sederhana sudah tidak ada 
4.    Bagaimana dengan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak terhadap pembeli yang tidak ber NPWP 
5.    Kemudian Bagaimana untuk penggunaan Aplikasi e-SPT PPN 1107 nya
Faktur Pajak Standar dan faktur Pajak Sederhana memang benar sudah tidak lagi disebutkan dalam Undang undang No 42/2009 Yang ada hanya Faktur Pajak hal ini ditegaskan dengan keluarnya SE-42/PJ/2010 untuk lebih jelasnya rekan rekan bisa baca postingan saya yang terdahulu disini.

Berkaitan penggunaan Faktur Pajak Sederhana sudah tidak dapat lagi digunakan maka untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)  Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan Faktur Pajak (eks Paktur Pajak Standar) namun, dapat tidak diisi dan/atau dikosongkan untuk :
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran. “Pasal 15 ayat (2)”  PER No.13/PJ/2010

Lalu yang terakhir  bagaimana untuk penggunaan Aplikasi e-SPT PPN 1107 ,
berkaitan dengan ditiadakannya Faktur Pajak Sederhana hal ini tidak singkron dengan penggunaan Aplikasi e-SPT PPN 1107, karena di UU PPN yang baru tidak disebutkan lagi Faktur Pajak Sederhana, sudah tentu hal ini menimbulkan banyak pertanyaan bagaiman dengan penginputan Faktur Pajak (eks Faktur Pajak Sederhana). 
•    Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT tetap dapat menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 yang sudah ada sampai Formulir SPT Masa PPN yang baru selesai dibuat yang direncanakan digunakan paling lambat 1 Januari 2011.
•    Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli tanpa identitas dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dalam rangka penyerahan BKP kepada turis asing,
•    Untuk mengakomodir apabila terjadi Nomor Faktur Pajak yang diinput dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 A Bagian II "Penyerahan dalam Negeri Dengan Faktur Pajak" tidak berurutan, maka Wajib Pajak terlebih dahulu mengubah setting aplikasi eSPT PPN 1107 pada Informasi Profile bagian Penomoran Faktur diubah menjadi Input Manual pelaporan dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 dilakukan dengan cara menggungung nilai Dasar Pengenaan Pajak dan PPN-nya pada Lampiran 1107 A Bagian III "Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana". SE 59/PJ/2010.
Nah sekarang sudah cukup jelaskan, semoga ulasan diatas bisa sedikit memberikan pencerahan berkaitan dengan penggunaan Aplikasi e-SPT PPN 1107  sehubungan dengan berlakunya Undang undang No. 42 tahun 2009.

Salam

Eko Dodi Supriatna